Dakwah yang Menggembirakan - Oleh Ahmad Soleh*
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS Ali Imran: 142).
Dakwah ialah mengajak kepada kebaikan dan mencegah pada keburukan (amar makruf nahyi mungkar). Kendati, umumnya masyarakat awam memaknai dakwah hanya pada hal-hal yang bersifat surga-neraka, ukhrawi, spiritualistik, dan berkaitan dengan kesalehan individual saja. Suatu anggapan yang mungkin tidak salah, tetapi telah menggeser atau setidaknya menyempitkan makna dakwah itu sendiri.
Dakwah adalah aktivitas yang membutuhkan kesabaran tingkat tinggi. Kesabaran berada pada dimensi personal seseorang. Sebab itulah rasul dan para nabi adalah mereka yang benar-benar telah dipilih oleh Allah, merekalah yang benar-benar memiliki hati yang suci, ketabahan, dan perilaku agung. Mereka adalah orang-orang agung yang lulus dalam ujian kesabaran.
Sebab, tanpa memiliki kesabaran, dakwah hanya akan berisi paksaan-paksaan dan marah-marah. Fenomena ini mungkin jamak kita temui hari ini, di mana para pendakwah justru menjadi orang paling mudah meledak melihat kondisi di sekitarnya. Padahal, dakwah itu sendiri merupakan upaya mengajak tanpa paksaan. Tugas pendakwah adalah menyampaikan, sedang hidayah seseorang biarlah menjadi kewenangan Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 256). Maka, pemaksaan-pemaksaan atas nama agama tidak dibenarkan.
Islam merupakan agama yang hadir dengan kedamaian dan misi tengahan (wasathiyah). Begitu pula saat menyebarkan ajarannya, kita dianjurkan menggunakan cara-cara yang makruf dan menenteramkan sehingga menggembirakan. Bukan sebaliknya, penuh marah dan mengancam sehingga menakutkan dan mengerikan. Dalam QS Al-Anbiya ayat 107, Allah menegaskan, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.”
Jadi, kehadiran Islam bukan untuk membinasakan atau memusnahkan kaum kafir ataupun non-Muslim dari muka bumi. Melainkan untuk menebarkan kemaslahatan, kasih sayang, welas asih, dan keselamatan kepada seluruh umat manusia, bahkan kepada seluruh alam semesta. Sebab itulah, selain kesabaran, dimensi personal lain yang mesti dimiliki seorang pendakwah adalah kecerdasan. Cerdas secara spiritual, emosional, intelektual, dan sosial.
Untuk berdakwah, kita mesti memiliki ilmu yang cukup. Ibarat pengembaraan, ilmu menjadi bekal bagi seseorang menepuh perjalanan dakwah yang terjal itu. Namun, kita dianjurkan untuk tidak menimbun ilmu itu sendirian, lalu baru menyampaikannya ketika sudah menumpuk. Melainkan, kita dianjurkan untuk menyampaikannya sedikit demi sedikit sesuai kemampuan dan kapasitas kita. Dari Abdillah ibn Amr ibn Ash RA, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda: Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat. Berkisahlah tentang Bani Israil dan tidak apa-apa. Barang siapa berdusta atas namaku, maka bersiaplah mendapatkan kursinya dari api neraka.” (HR Bukhari).
Selain itu, Allah SWT berfirman, “Dan Kami tidak mengutus sebelum engkau (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS An-Nahl: 43).
Dengan begitu, tugas berdakwah tidaklah berhenti pada para nabi dan rasul saja. Sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW yang didaulat sebagai nabi terakhir, kitalah umat Muslim yang dibebankan untuk melanjutkan dakwah. Lebih khusus lagi, kader IMM sebagai anak panah persyaritakan Muhammadiyah kini mengemban misi dakwah pencerahan, dakwah Islam berkemajuan. Dakwah yang membawa perubahan dan kemajuan.
Apa yang dituangkan para kader IMM dalam buku Pengembara Dakwah ini menggambarkan bagaimana mereka mampu berusaha melakukan dakwah di berbagai bidang yang dikuasainya. Setidaknya, ini adalah upaya untuk mempersiapkan diri menjadi pendakwah sejati. Kendati tak terlepas dari pandemi Covid-19 yang memang sedang terjadi saat ini. Ini menandakan, Islam dapat hadir di ruang dan waktu yang tak terbatas. Ini juga menjadi penegasan bahwa Islam merupakan agama yang terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
* Ahmad Soleh merupakan penulis buku IMM Autentik (SM, 2022) dan Wajah Islam Kita (2019). Selain itu, alumnus FKIP Uhamka ini juga merupakan Sekbid RPK DPP IMM periode 2018-2021. Ia rajin menulis puisi dan esai di berbagai media. Saat ini, ia juga merupakan founder dan direktur Penerbit Irfani.
** Tulisan ini merupakan epilog untuk buku Kawula Muda Meneropong Era New Normal
Komentar
Posting Komentar