Langsung ke konten utama

Puisi: Sore yang Tampak di Wajah Bapak


Sore yang Tampak di Wajah Bapak - Oleh Ahmad Soleh

Sore itu, langit menguning, tepatnya nuansa oranye agak gelap. Ia berjalan menuntun anaknya yang baru menyudahi pertandingan sepak bola. Pertandingan yang digelar di lapangan belakang kampungnya. Seorang bapak ber-jersey Newcastle tampak gembira, sedang anaknya tampak tak bergairah karena baru saja kalah.

“Tak apa, itu kan hanya laga persahabatan. Menang atau kalah, kamu tetap penyerang terbaik buat ayah,” ujar sang bapak. Perlahan wajah anak lelaki berkostum Persija itu mulai tegap, langkahnya masih tergopoh, “Iya pak, janji besok aku pasti menang.” Sang bapak menatap wajah anaknya yang terlihat mulai cerah. Azan maghrib pun berkumandang.

2022

*Puisi ini pernah tayang di Qureta.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai: Menegakkan Bahasa Indonesia secara Kafah

Menegakkan Bahasa Indonesia secara Kafah - Oleh Ahmad Soleh Dipikir-pikir, bagaimana mungkin bisa berbahasa Indonesia secara kaffah , jika kaffah sendiri merupakan bahasa Arab. Dus, dalam kamus kita diserap jadi kafah, dengan satu f. Apa artinya kaffah atau kafah? Saya mengutip KBBI, kafah memiliki dua makna, yakni sempurna dan keseluruhan. Sempurna sebagai adjektiva (kata sifat), keseluruhan sebagai nomina (kata benda). Jadi, tak heran jika kita menemukan kata kafah bersanding dengan kata atau frasa lain, seperti judul tulisan ini; Berbahasa Indonesia Secara Kafah ( Kaffah ). Meski, sebenarnya lebih sering digunakan sebagai istilah agama Islam; berislam secara kafah, menegakkan Islam secara kafah, dst. Semangat menegakkan bahasa Indonesia secara kafah—selanjutnya saya akan mengikuti KBBI, secara menyeluruh, sebenarnya telah dimulai sejak lama. Kalau saya tak salah sejak zaman Presiden Soeharto. Waktu itu saya masih duduk di bangku SD. Ingat betul, semua nama ruko dan perumahan elite ...

Esai: Buya Syafii dan Kritik buat Politisi

  Buya Syafii dan Kritik buat Politisi - Oleh Ahmad Soleh Ahmad Syafii Maarif yang karib disapa Buya Syafii merupakan tokoh Muslim progresif yang lahir di Sumpur Kudus, Sumatra Barat, pada 31 Mei 1935—tepat berulang tahun saat tulisan ini ditik. Buya Syafii baru saja meninggalkan kita beberapa hari yang lalu. Sungguh mulia, selain wafat pada hari baik, yakni Jumat, 27 Mei 2022, Buya Syafii juga meninggalkan jejak-jejak peninggalan semacam wasiat berharga untuk kita semua, untuk anak-anak bangsa. Bukan kata-kata motivasi, bukan barisan sajak-sajak bijak, bukan pula ungkapan-ungkapan syahdu. Bukan, bukan itu. Lebih dalam dari sekadar kata-kata, Buya Syafii memberikan kita teladan lewat laku. Ia meninggalkan begitu banyak jejak kebaikan. Kebaikan itu ialah laku agung. Laku sang begawan yang begitu sulit kita cari dari sosok manapun di negeri ini untuk saat ini. Egaliter, toleran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan, di sisi lain juga Muslim yang kaku dalam beribadah. Namun, lagi-lagi so...

Puisi: Tanya Jawab Bapak dan Anak

Tanya Jawab Bapak dan Anak - Oleh Ahmad Soleh 1/ Ada bapak bertanya pada anaknya: “Nak, buat apa mainan sebanyak itu? Toh, yang main bapak. Kamu cuma suka belinya saja.” 2/ Ada bapak bertanya pada anaknya: “Nak, kamu masih mau beli mainan lagi? Yang keluar uang kan bapak, bukan kamu. Nanti ibumu marah, beli mainan terus.” 3/ Ada bapak bertanya lagi pada anaknya: “Nak, sudahkah kamu bahagia? Bapak sudah belikan banyak mainan. Tak peduli ibumu cerewet, bapak mau Beli mainan buat main lagi.” 4/ Ada bapak bertanya terus pada anaknya: “Nak, mau sampai kapan main dengan gawai itu? Bapak sudah belikan mainan baru. Ayo main sama bapak.” 5/ Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya menjawab: “Aku mau main setiap waktu, tapi setiap hari Bapak kerja. Bapak sibuk cari uang untuk beli mainan yang akhirnya Bapak sendiri yang mainkan saat hari libur tiba. Lalu Bapak kesal sendiri, kan, tak ada teman main.” 6/ Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya balik tanya: “Pak, bisakah Bapak pakai uang itu untu...