Langsung ke konten utama

Puisi: Ojek Daring


Ojek Daring - Oleh Ahmad Soleh

Di tahun 2018, saya memesan ojek daring
lima belas menit berlalu
seorang pengojek datang
lengkap denga jaket, helm, masker, sarung tangan,
dan “ini pak anu ya?”
saya pun menjawab iya
dan bergegas naik lalu pakai helm
dua puluh menit kemudian saya tiba di lokasi

di tahun 2031, saya kembali memesan ojek daring
lima menit kemudian
saya kaget, sungguh kaget
tiba di depan saya sepeda motor tanpa pengemudi
terdengar samar suara speaker kecil
si pengemudi ternyata bekerja dari rumah

dia mengendarai sepeda motornya secara daring
lalu terbuka boks di belakang jok
berisi helm dan jaket
saya pun mengenakannya lalu duduk manis
sesuai aplikasi, sata tiba di lokasi tujuh menit kemudian

di tahun 2063, lagi-lagi saya memesan ojek daring
sepersekian detik setelah menyentuh tombol “pesan” pada layar ponsel
tak ada yang datang
saya pun memutuskan untuk menunggu di depan gang
tapi tak juga ada yang datang
akhirnya saya cancel saja
lalu memesan peti mati daring
dua detik kemudian datang dua malaikat
seraya mengunggah jasad saya ke langit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Esai: Politisasi-Komersialisasi Budaya dan Bagaimana Sastra Harus Hadir

Politisasi-Komersialisasi Budaya dan Bagaimana Sastra Harus Hadir - Oleh Ahmad Soleh [1] Esai ini merupakan prolog untuk buku antologi puisi Membangkitkan Intelektual Membangun Peradaban ( Diomedia, 2021 ) TELEVISI mungkin sudah menjadi barang ‘jadul’ bagi sebagian orang di era terhubung ini. Kendati berbagai merek elektronik memperbarui teknologi televisi, mulai dari smart TV sampai televisi berbasis sistem Android yang bisa langsung terkoneksi dengan internet. Ya, kedua produk televisi terbaru itu merupakan adaptasi teknologi televisi terhadap kemajuan jaringan internet yang hari ini makin lekat dan sulit dipisahkan dari kehidupan kebudayaan manusia Indonesia. Disadari atau tidak, kemajuan teknologi memiliki dampak besar terhadap kebudayaan masyarakat kita. Dengan kemajuan teknologi televisi, masyarakat “berkecukupan” dengan mudah bisa memilih dan memilah tontonan sesuai keinginan dan kebutuhannya. Tentu saja dengan televisi kabel atau jaringan televisi berlangganan. Simpelnya, mere...

Puisi: Tanya Jawab Bapak dan Anak

Tanya Jawab Bapak dan Anak - Oleh Ahmad Soleh 1/ Ada bapak bertanya pada anaknya: “Nak, buat apa mainan sebanyak itu? Toh, yang main bapak. Kamu cuma suka belinya saja.” 2/ Ada bapak bertanya pada anaknya: “Nak, kamu masih mau beli mainan lagi? Yang keluar uang kan bapak, bukan kamu. Nanti ibumu marah, beli mainan terus.” 3/ Ada bapak bertanya lagi pada anaknya: “Nak, sudahkah kamu bahagia? Bapak sudah belikan banyak mainan. Tak peduli ibumu cerewet, bapak mau Beli mainan buat main lagi.” 4/ Ada bapak bertanya terus pada anaknya: “Nak, mau sampai kapan main dengan gawai itu? Bapak sudah belikan mainan baru. Ayo main sama bapak.” 5/ Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya menjawab: “Aku mau main setiap waktu, tapi setiap hari Bapak kerja. Bapak sibuk cari uang untuk beli mainan yang akhirnya Bapak sendiri yang mainkan saat hari libur tiba. Lalu Bapak kesal sendiri, kan, tak ada teman main.” 6/ Ada bapak bertanya pada anaknya. Anaknya balik tanya: “Pak, bisakah Bapak pakai uang itu untu...

Puisi: Membaca Surat

Membaca Surat - Oleh Ahmad Soleh Pagi tadi kubuka lagi surat itu Kubaca satu demi satu pesan singkat Pada sebuah ponsel pintar Kau kirimkan sejumlah pesan Aku tak bisa membacanya Karena hari Minggu aku sibuk Sibuk mengubur segala bentuk Pada surat yang kau kirimkan Bentuk itu melebur remuk Larut dalam pekat Dan kita telah lama bersekat. 2021