Anjay - Oleh Ahmad Soleh
Polemik kata ‘anjay’ mungkin sudah tidak terlalu ramai belakangan ini. Namun, dalam beberapa tulisan yang saya baca, katanya kata ‘anjay’ itu bentuk penghalusan (eufemisme) dari kata ‘anjing’. Sekilas tak ada masalah. Tetapi, agaknya kali ini saya berbeda pendapat dengan yang dikemukakan banyak orang tersebut.
Saya berpandangan, fenomena ‘anjay’ lebih tepat bila dibilang ‘pemelesetan’, bukan ‘penghalusan’. Toh, bila dua-duanya dipakai untuk memaki, menghina, dan merundung, sama saja maknanya kasar, bukan? Lalu bagian mananya yang dihaluskan?
Lagian, jangankan kata ‘anjing’, ‘centong nasi’ dan ‘keset musola’ saja kadang digunakan untuk mengejek (dalam konteks bergurau tentunya).
Di samping itu, makna pada kata ‘anjay’ dan ‘anjing’ yang hidup di tengah masyarakat kita bukan cuma makian, ejekan, atau perundungan. Banyak juga yang menggunakan kedua kata itu untuk mengungkapkan kekaguman, apresiasi, kebanggan, dan sebagainya.
Lagi pula, jangan sekali-kali melepaskan kata ‘anjing’ dengan makna hewan mamalia dengan nama ilmiah Canis familiaris. Oh iya, kenapa pemelesetan? Karena yang sebenarnya diubah dari kata itu adalah bentuknya, bukan maknanya.
Seperti kasus penggunaan bahasa slang di masyarakat yang kerap memelesetkan bentuk kata, tapi maknanya tetap sama. Misal, duit jadi doku, rumah jadi rokum, bapak jadi bokap, siapa jadi sokap, aku jadi akika, kamu jadian sama dia (eh…), dan seterusnya.
Boleh sependapat, boleh tidak. Silakan saja.
Komentar
Posting Komentar